Konflik dalam Industri Hiburan, Politik dan Kepercayaan

Isi kepala gua selalu penuh dengan konflik. Dimulai dari pertanyaan mau makan apa hari ini, hingga mau dukung siapa hari ini. Gua suka marah saat melihat banyak komentar orang di social media tentang sebuah isu. Contohnya pada kasus Kekeyi. Ada yang menghujat, mendukung, dan mengkritik. Yah, memang selalu seperti itu kan. Kalau menghujat, tak jauh-jauh dari masalah fisik; Lalu mendukung, karena dia percaya diri, entertain, dan selalu berkarya; Terakhir mengkritik, perihal hubungan settingan dan gaya komunikasi dia ke publik. Secara pribadi, tentu saja gua gak suka sama orang-orang yang menghujat lalu bawa-bawa fisik. Karena terlihat jelas kebenciannya karna fisik itu sendiri. Orang dengan fisik yang menurut sebagian orang tak ideal, suka terkesan tak pantas untuk bertingkah aneh. Di sisi lain, orang dengan fisik yang tak ideal itu malah suka dituntut untuk harus bertingkah aneh/lucu. Dalam kasus Kekeyi, yang berhasil mendapatkan atensi besar, ia dituntut untuk tak pantas bertingkah aneh, yang sebenarnya menurut gua adalah bagian dari sebuah hiburan.

Industri TV jelas sudah beri ketentuan: para tokoh yang tampil harus sangat tampan/cantik, atau jelek sekali. Tokoh tampan/cantik dicondongkan untuk peran serius, lalu tokoh jelek, sangat sering untuk peran lucu. Hal ini memang tak tertulis secara official (gua gak tau sih ya), tapi hal ini sudah sering disebutkan, salah satunya saat gua masih berkuliah di bidang Broadcasting.

Namun Youtube sudah memberikan perubahan besar bagi industri hiburan. Tiktok pun memperlihatkan siapa pun yang punya kepercayaan diri tinggi bisa mendapatkan atensi tinggi pula. Sayangnya aturan masyarakat mengenai tingkah laku seseorang berdasarkan fisiknya masih berlaku. Kasus Kekeyi adalah gambaran jelas dari permasalahan ini.

Tapi tak peduli apa pun yang gua dukung, ini lah kotak-kotak pikiran dalam masyarakat kita. Semua sama-sama tak mau disalahkan. Cuman lucunya, kali ini sebuah ujaran kebencian bisa didukung oleh banyak orang, penghinaan fisik yang brutal sudah menang, dan dilumrahkan oleh Pemerintah. Mungkin sebagai bentuk "kebebasan berpendapat".

Miris.

Di luar kasus Kekeyi, gua memang melihat kotak-kotak pemikiran ini masih terus eksis. Isu politik dan agama mulai parah sewaktu pemilihan calon gubernur ibukota. Jika ditelaah, hal ini sudah jelas mirip seperti konflik dalam pemilihan presiden Amerika dulu. Tim riset dari para politikus tau apa saja hal yang rentan dalam masyarakat kita. Yup, agama lah yang menjadi senjata utama disini. Rentan dan tentunya sangat sensitif untuk dibahas. Gua sendiri pernah menjadi seorang fanatik, dan tau rasanya saat para pemimpin agama sanggup mengecoh sikap fanatik gua untuk membenci orang yang berada "diseberang".

Lalu sekarang, gua sungguh tak habis pikir saat geng bumi datar mulai banyak menunjukkan eksistensinya semasa pandemi Covid-19 ini. Mereka yang tak percaya dengan science, menganggap bahwa mereka sedang ditipu secara masif oleh para pemimpin dunia (elit global). Konspirasi bertebaran. WHO dan media massa dijadikan musuh.

Miris.

Mereka bukan hanya tak percaya terhadap para astronot yang sudah mendarat di bulan, tapi kali ini tak percaya sama jutaan dokter! Lucunya, ada sebagian yang malah lebih percaya dukun, atau "orang pintar" jenis supranatural lainnya itu.

Perihal kepercayaan terhadap orang-orang yang memang jelas pintar itu, gua sendiri lebih pilih menghormati mereka. Contohnya seperti saat gua ke dokter A, lalu didiagnosa dan diberikan obat, eh ternyata tak sesuai dan gua masih sakit; Kemudian ke dokter B, didiagnosa lagi dan diberikan obat lagi, eh ternyata sembuh. Kita semua tentu pernah mengalami hal ini. Walau kesal terhadap dokter A, tapi gua mencoba untuk memberikan respect, karena bisa saja dia lebih cocok terhadap pasien lain. 

Sama halnya untuk mendiagnosa pandemi ini, tentu saja kita akan diberikan arahan umum untuk mencegah penularan, sampai benar-benar menemukan obatnya. Dan sama sekali tak salah dan merugikan saat kita mengikuti arahan tersebut.

Namun tentu saja gua sudah melewati tahap menjadi orang polos, gua bukan orang naif, dan gua tau kalau setiap orang itu punya agenda masing-masing untuk mendapatkan sesuatu. Gua hanya gak suka sama mereka yang tidak menghargai para ilmuwan yang sudah berkontribusi untuk memberikan banyak inovasi besar terhadap umat manusia, dari segi apa pun. Para geng bumi datar menganggap para ilmuwan itu sama bodohnya seperti mereka yang cuma bisa mengarang bebas dan berbohong.

Terkadang gua sungguh ingin menjadi penengah dari sebuah konflik, tapi rasanya sudah tak bisa, karena gua juga punya dasar yang jelas untuk mendukung sesuatu. Sebab sekali lagi, dari yang sudah gua pelajari sebelumnya, sejarah sudah membuktikan kalau kita akan menang dari peperangan terhadap ujaran kebencian, penghakiman, penipuan dan kebodohan.

No comments

Ohh Getoo... Powered by Blogger.