Pria yang Mudah Melupakan Banyak Kata

Siapa pria di atas sana? Apakah ia orang yang saya kenal? Atau ia adalah orang baru di sekitar sini? Tahun ini saya seakan tak mengenal siapa diri saya karena banyaknya momen mengejutkan yang akhirnya menghancurkan emosi saya.

Saya mulai melupakan berbagai macam kata. Ini sungguh aneh. Apakah saya akan mengalami penyakit baru, lagi? Saya sudah mencari tahu di google, namun ini bisa dianalisakan sebagai penyakit malas. Saya memang sudah lama tak mengasah otak saya, dan saya tak tahu bagaimana caranya lagi untuk mengasah otak.

Tak ada motivasi.

Motivasi saya kebanyakan dimulai dari kesedihan. Sama seperti saat ingin menulis, saya butuh merasa sedih, atau di posisi saat saya sedang berada di lingkaran yang makin lama makin mengecil, hingga saya terhimpit dan membutuhkan pertolongan. Di kala itu, saya sangat butuh menulis. Dengan tujuan untuk mengingatkan kembali siapa diri saya.

Balik lagi, saya merasa hidup saya makin merosot. Saya lupa banyak kata, padahal dari dulu saya selalu merasa kalau saya adalah seorang penulis. Kehilangan pembendaharaan kata adalah tragedi. Saya masih ingin membuat sajak, puisi yang tak alay tapi tetap berdasarkan isi hati saya. Jika saya kekurangan kata, maka saya akan punah.

Kemudian, sekarang saya seakan berada di waktu yang paling saya inginkan sejak kecil. Tak lagi merasakan cinta. Saat ini benar-benar tak ada yang membutuhkan perhatian saya. Saya tak tergila-gila dengan satu orang lagi. Dan saya merasa kehilangan. Hal itu memang tak menyenangkan, tapi saya rindu.

Saya rindu jatuh cinta lagi.

Merasa jatuh cinta berarti saya harus berlari lagi. Sekarang saya sedang jalan kaki dan merasa selalu waspada dengan segalanya. Saya butuh dobrakan seperti dulu lagi, yang membuat saya bisa lebih termotivasi dalam melakukan segala sesuatu. Karna saat saya sedang jatuh cinta, saya ingin bekerja dan mencari uang untuk orang ini. Tapi sekarang seakan saya tak tahu harus bekerja untuk apa. Untuk siapa.

Tak ada motivasi.

Budak cinta. Itu lah sebutan jaman sekarang. Tapi itu adalah yang saya mau. Karena saya akhirnya mengenal siapa diri saya yang sebenarnya. Adalah seorang pria yang tak akan menjadi apa-apa tanpa seseorang yang ia cintai. Saya sungguh senang dan tak menyesal saat saya sedang mendukung "dia" dalam hal apa pun. Saya akan memutar otak untuk membantunya dengan maksimal. Meski jadinya tak tulus. Karena pada akhirnya saya kecewa sebab ia tak membalasnya. Di kala itu, saya sama sekali tak peduli dengan diri saya sendiri. Saya hanya peduli dengan dirinya seorang.

Belum ada kebahagiaan lagi. 

Dari 27 tahun hidup saya, sepertinya hanya ada 4 hal yang buat saya bahagia selama ini:
- Saat saya menang speech contest antar kelas di masa SMA
- Saat saya dapat juara ke-3 lomba entrepreneurship di masa Kuliah
- Saat saya berhasil lulus kuliah pertama kali di angkatan saya, karena saya mau ambil kuliah 3,5 tahun
- Terakhir, saat saya sedang makan pecel lele sama dia. Entah apa yang kami ceritakan saat itu, tapi itu adalah momen yang paling indah yang pernah saya rasakan.

Pencapaian yang tak penting, bukan? Kalau saya masukkan ini ke CV saya, kemungkinan sangat kecil untuk saya dapat pekerjaan. Bahkan saya memang tak pernah yakin akan lulus SBMPTN. Karena kapasitas diri saya hanya sebatas itu.

Sepertinya memang diri saya tak pernah berubah. Lupa kata-kata sepertinya memang yang sudah terjadi pada diri saya sejak kecil. Saya sungguh bodoh dan sanggup merusak banyak hal. Saya susah mengingat tiap pelajaran sekolah karena saya selalu melamun.

Ya. Saya selalu mengkhayal sejak kecil.

Itu lah yang selalu saya lakukan sejak dulu. Bahkan saya sangat mudah untuk membuat mata saya yang minus ini jadi lebih blurry. Saya sudah berteman dengan versi saya yang ini sejak lama sekali. Saya tak yakin bisa meninggalkannya.

Sebentar lagi sudah akhir tahun. Dan saya takut kalau saya masih berada di posisi yang sama. Siapa yang tak takut? Saya adalah pria itu. Kejadian-kejadian mengerikan terus datang, dan selama saya bertahan, tubuh saya sedang beradaptasi dengan situasi yang baru ini. Tapi saya masih menjadi orang yang sama.

Pelupa.



No comments

Ohh Getoo... Powered by Blogger.